Astronot China Kembali Ke Bumi Setelah 30 Hari Di Tiangong-2
Kapsul re-entry bagian dari pesawat luar angkasa Shenzhou-11 yang membawa dua astronot China telah kembali ke Bumi dengan selamat pada tanggal 18 November 2016. Dua Astronot China yaitu Jing Haipeng dan Chen Dong mencetak rekor baru bagi perkembangan bidang luar angkasa China.
Misi Tiangong-2 Sebuah Rekor Baru
Misi Tiangong-2 membuat rekor baru bagi China. Ini merupakan misi dengan astronot terlama mereka. Secara total, dua astronot China berada 33 hari di luar angkasa, dihitung mulai dari peluncuran Shenzhou-11 pada tanggal 16 Oktober 2016, kemudian Shenzhou-11 harus mengorbit mengelilingi Bumi selama 2 hari hingga menyamai ketinggian orbit Tiangong-2 dan pada tanggal 19 Oktober 2016, Shenzhou-11 berhasil docking dengan Tiangong-2. Mereka kemudian pindah dari Shenzhou-11 ke Tiangong-2 dan tinggal selama 30 hari di Tiangong-2.
Satelit Banxing-2 yang mempunyai berat sekitar 47 kilogram dan kurang lebih sebesar printer melekat di Tiangong-2 sewaktu diluncurkan bersamaan pada tanggal 15 September 2016, kemudian baru dilepaskan dari Tiangong-2 beberapa hari sesudah Shenzhou-11 docking dengan Tiangong-2, tepatnya pada tanggal 23 Oktober 2016. Satelit ini mengambil gambar Shenzhou-11 docking dengan Tiangong-2.
Selain itu, ini juga rekor bagi negara Asia pertama yang berhasil meluncurkan astronot ke luar angkasa menggunakan roket buatan sendiri, terbang mengelilingi Bumi menggunakan pesawat luar angkasa sendiri, docking ke stasiun luar angkasa buatan mereka sendiri dan tinggal di dalamnya selama 30 hari. Sejauh ini hanya Uni Soviet dan Amerika Serikat yang pernah melakukannya.
Walaupun Tiangong-2 bukan merupakan stasiun luar angkasa permanen China yang rencananya akan diluncurkan tahun 2020, tapi ini merupakan langkah besar dan dengan menggunakan stasiun luar angkasa ini, mereka berhasil melakukan beberapa objektif untuk eksperimen di luar angkasa dengan waktu yang cukup lama yaitu 30 hari.
Uni Soviet dan Amerika Serikat telah melakukan hal-hal tersebut beberapa puluh tahun yang lalu, tetapi sekarang jika membandingkan China dengan Rusia (negara penerus Uni Soviet) atau Amerika Serikat, Rusia tidak mempunyai stasiun luar angkasa sendiri karena harus berbagi dengan negara lain dan warisan stasiun luar angkasa dari jaman Uni Soviet yaitu Mir sudah dideorbit di tahun 2001 karena masalah dana.
Sedangkan Amerika Serikat tidak mempunyai pesawat luar angkasa yang bisa membawa astronot mereka ke luar angkasa karena sejak pesawat ulang-alik dihentikan mereka harus menggunakan pesawat luar angkasa Soyuz buatan Rusia untuk ke Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Rusia dan Amerika Serikat sekarang berkolaborasi sehingga bisa melakukan penghematan dana daripada harus saling bersaing. China sebenarnya beberapa kali menyatakan ingin bergabung dengan Stasiun Luar Angkasa Internasional tetapi akhirnya harus melakukannya sendiri karena embargo dari Amerika Serikat.
Bila boleh disimpulkan, setidaknya sekarang China memiliki teknologi yang sudah cukup sebanding dengan negara adikuasa Amerika Serikat dan Rusia.
Peran Roket Long March 5 Untuk Tiangong
Dalam dua bulan terakhir, selain berhasil dalam misi Tiangong-2, China juga berhasil meluncurkan roket terbesar mereka yaitu roket Long March 5. Roket Long March 5 yang diluncurkan pada tanggal 3 November 2016 di Bandar Antariksa Wenchang yang terletak di pulau Hainan merupakan salah satu roket terbesar di dunia. Selain China, hanya ada tiga badan luar angkasa yang memiliki kemampuan untuk mengangkut kapasitas dengan beban berat yaitu Rusia dengan roket Proton-M, Amerika Serikat dengan roket Delta 4-Heavy dan Eropa dengan roket Ariane 5.
Roket Long March 5 (LM-5) memiliki daya dorong 1060 ton dan daya kapasitas kargo seberat 25 ton ke orbit rendah Bumi (Low Earth Orbit – LEO) yaitu kisaran 160 – 2.000 km di atas permukaan Bumi atau 14 ton ke orbit transfer geostasioner (Geostationary Transfer Orbit – GTO) yang berada di orbit geostasioner (Geosynchronous Equatorial Orbit – GEO) yaitu di 35.786 km di atas permukaan Bumi.
Roket ini akan sering digunakan nantinya untuk membangun stasiun luar angkasa permanen China. Jika China tetap melanjutkan rencana untuk mengirim robot pendarat dan penjelajah ke planet Mars di tahun 2020, maka roket Long March 5 juga akan sangat diperlukan.